Pertambangan nikel kini menguasai nyaris separuh dari luas daratan Pulau Gebe
Dalam satu dekade terakhir, industri nikel booming di Indonesia. Mulai dari pertambangan sampai pengolahan di smelter, khususnya di wilayah Timur Indonesia. Sayangnya, ekspansi industri nikel mulai merambah ke Kawasan-kawasan yang seharusnya dilindungi, tidak hanya Kawasan hutan tersisa, tetapi mulai merambah ke pulau-pulau kecil. Indonesia sendiri memiliki regulasi yang membatasi aktivitas pertambangan di Kawasan pesisir dan pulau-pulau kecil, yang diatur dalam Undang-undang Nomor 27 tahun 2007 juncto Undang-undang Nomor 1 tahun 2014 pada pasal 23 dan pasal 35 huruf K.
Hingga tahun 2023, koalisi Masyarakat sipil mencatat terdapat 218 Izin Usaha Pertambangan (IUP) yang mengkapling 34 pulau-pulau kecil di Kawasan Timur Indonesia. Sebagian besarnya adalah industri nikel. Alasan mengapa pulau kecil tidak diperuntukkan untuk aktivitas pertambangan karena pulau kecil memiliki karakteristik dan peran tersendiri dalam hal sosial, budaya, ekologi, dan ketahanan pangan di Indonesia.
Pada diskusi kali ini, narasumber pertama yaitu Rabul Sawal, Kontributor Project Multatuli memaparkan mengenai Nelayan Gebe di Tengah Kepungan Tambang. Terdapat 127 izin pertambangan dengan total konsesi seluas 665.000 hektar dan 12 smelter yang sudah berjalan pada tahun 2018. Saat ini juga akan ada tambahan sekitar 8 izin tambang di Pulau Gebe. Selain itu, terdapat 4 izin yang sementara aktif (dan 1 izin baru dicabut oleh Bahlil) di sekitar bekas penambangan PT Aneka Tambang (Antam). Delapan izin tambang yang tersebar di Pulau Gebe, satu diantaranya berada di Pulau Fau (PT Aneka Niaga) dengan total konsesi nikel sebesar 5.225 hektar dengan izin-izin diterbitkan pada rentang tahun 2012-2023 dan akan menambang nikel selama 2032-2040.
Lima dari delapan izin tambang diterbitkan oleh Al Yasin Ali, Bupati Halmahera 2 periode, 2007-2012 dan 2012-2017, dan izin-izin yang diterbitkan oleh Ali Yasin ini beberapa di antaranya pernah tumpang tindih. Dalam UU No.1/2014 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil (PWP3K), pulau kecil adalah pulau dengan luas lebih kecil atau sama dengan 2.000 km2 beserta kesatuan ekosistemnya. Secara garis besar, pengelolaan pulau-pulau kecil diatur sebagai wilayah konservasi, pendidikan, dan pariwisata. Sehingga praktik pertambangan di pulau kecil bertentangan dengan upaya perlindungan dan penyelamatan lingkungan. Akan tetapi, aturan tersebut tidak berlaku bagi Pulau Gebe, termasuk Pulau Fau.
Berdasarkan Analisis citra satelit Auriga Nusantara, aktivitias pertambangan nikel di pulau Gebe dari tahun 2001 sampai 2023, mengakibatkan deforestasi seluas 1.065 hektar. Sekitar 3.209 hektar lahan konsesi nikel masuk di dalam Kawasan hutan lindung dan hutan produksi terbatas. Dari peta citra satelit juga menunjukan sebagian besar tutupan hutan telah hilang secara signifikan dalam waktu 22 tahun dengan masifnya pertambangan dan infrastruktur terkait. Di bekas pembukaan lahan PT Antam, menyusul PT Fajar Bhakti Lintas Nusantara, di punggung Tanjung Ueboelie, banyak lubang-lubang tambang menganga tanpa direhabilitasi.
Materi diskusi kedua disampaikan oleh Faizal Ratuela, Direktur Eksekutif Daerah WALHI Malut yang memaparkan tentang Ancaman Pesisir Laut Maluku dari Ancaman Pesisir Laut Maluku dari Dampak Pertambangan. Maluku Utara merupakan wilayah dengan kondisi daratan yang kecil, memiliki tiga aspek penting. Akan tetapi, dengan kondisi investasi pertambangan sedang massif, jika salah dimanfaatkan, maka dapat berdampak terhadap baik oleh Masyarakat yang ada di Maluku Utara, ataupun spesifik ke Masyarakat yang ada di sekitar pertambangan. Pada konteks biodiversity, terdapat 1.474 pulau yang ada di Maluku Utara, 89 berpenghuni, dan 1.385 yang belum dihuni. Akan tetapi, negara salah meletakkan dalam membaca Maluku Utara yang hanya melihat pada konteks berpenghuni dan tidak berpenghuni.
Di Halmahera Tengah, dari 114 izin usaha pertambangan yang ada di Maluku Utara, hampir 40% merupakan pertambangan nikel. Terdapat tiga wilayah di Halmahera Tengah yang memiliki kandungan pertambangan industri pertambangan nikel yang tinggi, yaitu memiliki 11 IUP nikel, 2 IUP gamping, dan izin tersebut berada di daratan kecil, salah satunya di Pulau Gebe, dan termasuk kategori pulau-pulau kecil sehingga harus dilindungi jika merujuk pada PWP3K. Dampak yang terjadi dari adanya pertambangan yaitu dari 2020-2023, terjadi 7 kali bencana banjir yang telah berdampak pada 5244 Jumlah Jiwa petani dan nelayan di 3 Desa pesisir (Lelilef, Gemaaf dan Sagea) Kecamatan Weda Utara dan Tengah akibat dari pembukaan kawasan hutan oleh aktifitas pertambangan PT. IWIP (luas konsesi 45 ribu hektar)
Dan narasumber terakhir, Fachruddin Tukuboya, Kepala Dinas Lingkungan Hidup Malut yang berbicara tentang Strategi Pemerintah Daerah dalam Pengawasan dan Pencegahan atas Operasi Tambang Berisiko Terhadap Ekosistem Pulau Kecil. Pertumbuhan ekonomi Maluku Utara tahun 2022 tumbuh sebesar 22.94%, dengan sektor pertambangan dan industri pengolahan sebagai penggerak utama pertumbuhan ekonomi Maluku Utara. Peran Dinas Lingkungan berkaitan dengan aspek pengawasan dan pengendalian sesuai dengan PP 22 Tahun 2021. Upaya yang telah dilakukan pemerintah daerah yaitu Membentuk Satgas Pulau-Pulau Kecil (Lingkup Provinsi), Melakukan Telaah dan memberikan rekomendasi kesesuian ruang laut, serta Memberikan masukan dalam Penilaian teknis.
Auriga mengidentifikasi proyek pemerintah sebagai salah satu penyumbang deforestasi di masa mendatang. Proyek Stragegis Nasional (PSN) adalah salah satu program pemerintah yang termasuk kategori berpotensi menyumbang deforestasi tersebut.